Thursday, November 18, 2010

BERSANDAR DIRI HANYA KEPADA ALLAH

Hikmah Kalimah ini mengajak kita merenung kepada hakikat amal. Amal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu perbuatan dhahir dan perbuatan hati atau suasana hati yang berhubungan dengan perbuatan dhahir itu. Beberapa orang dapat melakukan perbuatan dhahir yang serupa tetapi suasana hati bisa berbeda dengan perbuatan dhahir tersebut.

Kesan amalan dhahir kepada hati berbeda antara seorang dengan seorang yang lain. Jika amalan dhahir itu mempengaruhi suasana hati maka hati itu dikatakan bersandar kepada amalan dhahir. Jika hati dipengaruhi juga oleh amalan hati maka hati itu dikatakan bersandar juga kepada amal, sekalipun itu amalan batin. Hati yang bebas dari bersandar kepada amal, baik amal dhahir atau amal batin adalah hati yang menghadap kepada Allah SWT dan menisbatkan amal hanya kepada-Nya serta menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT tanpa perlu takwil atau tuntutan.

Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, dhahir dan batin, walau berapapun banyaknya sebagai alat untuk tawar menawar dengan Tuhan untuk mendapatkan sesuatu. Amalan tidak menjadi perantara dirinya dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini tidak membatasi kekuasaan dan kemurahan Allah SWT.

Allah SWT Yang Maha Berdiri Dengan Dirinya Sendiri, berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapapun dan sesuatupun. Apa saja mengenai Allah SWT adalah mutlak, tiada had, tanpa batas. Oleh karena itu orang arif tidak menjadikan amalan sebagai alat untuk ‘memaksa Allah SWT berbuat sesuatu menuruti perbuatan dan kehendak makhluk. Perbuatan Allah SWT berada di depan dan perbuatan makhluk di belakang. Tidak pernah terjadi Allah SWT tunduk dan mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu.

Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang terhubung rapat dengan amalan dirinya, baik yang dhahir mau pun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amalan dhahir adalah mereka yang mencari faedah keduniaan dan mereka yang kuat bersandar kepada amalan batin adalah yang mencari faedah akhirat. Kedua jenis manusia tersebut percaya bahwa amalannya menentukan apa yang mereka akan perolehi baik di dunia dan juga di akhirat.

Keyakinan yang demikian kadang-kadang membuat manusia hilang atau kurang bersandar kepada Allah. Sandaran mereka hanyalah kepada amalan semata-mata atau jika mereka bersandar kepada Allah SWT maka sandaran itu bercampur dengan keraguan. Seseorang bisa memeriksa diri sendiri apakah kuat atau lemah sandarannya kepada Allah SWT. Lihatlah kepada hati apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa kemudian yang demikian membuat kita berputus asa daripada rahmat dan pertolongan Allah SWT itu tandanya sandaran kita kepada-Nya sangat lemah.

Wahai anak-anakku! Pergilah dan intiplah khabar berita mengenai Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat serta pertolongan Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah melainkan kaum yang kafir. ( Ayat 87 : Surah Yusuf )

Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang beriman kepada Allah SWT meletakkan sandaran kepada-Nya walau dalam keadaan bagaimana sekali pun. Sandaran kepada Allah SWT membuat hati tidak berputus asa dalam menghadapi kenyataan hidup. Kadang-kadang apa yang diingini, direncanakan dan diusahakan tidak mendatangkan hasil yang diharapkan. Kegagalan mendapatkan sesuatu yang diingini bukan bermakna tidak menerima pemberian Allah SWT. Selagi seseorang itu beriman dan bersandar kepada-Nya selagi itulah Dia melimpahkan rahmat-Nya. Kegagalan memperoleh apa yang dihajatkan bukan bermakna tidak mendapat rahmat Allah SWT.

Apa saja yang Allah SWT lakukan dan berikan kepada orang yang beriman pasti terdapat rahmat-Nya, walaupun dalam tidak sesuai dengan hajatnya. Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali putus asa. Mereka yakin bahwa apabila mereka sandarkan segala perkara kepada Allah SWT maka apa saja amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia.

Orang yang tidak beriman kepada Allah SWT berada dalam situasi yang berbeda. Sandara mereka hanya tertuju kepada amalan mereka, yang terkandung di dalamnya ilmu dan usaha. Apabila mereka melakukan sesuatu usaha berdasarkan kepiawaian dan pengetahuan mereka maka mereka mengharapkan akan mendapat hasil yang setimpal. Jika ilmu dan usaha ( termasuklah pertolongan orang lain ) gagal mendatangkan hasil maka mereka tidak mempunyai tempat bersandar lagi. Jadilah mereka orang yang putus asa. Mereka tidak dapat melihat hikmah kebijaksanaan Allah SWT mengatur perjalanan takdir dan mereka tidak mengenali dan mengetahui rahmat dari-Nya.

Jika orang kafir tidak bersandar kepada Allah SWT dan mudah berputus asa, di kalangan sebagian orang Islam juga ada yang demikian, bergantung sejauh mana sifatnya menyerupai sifat orang kafir. Orang yang seperti ini melakukan amalan karena kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah SWT. Orang ini mungkin mengharapkan dengan amalannya itu dia dapat menggapai kemakmuran hidup di dunia. Dia mengharapkan amal kebajikan yang dilakukannya dapat mendatngkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, kedudukannya atau pangkatnya, orang lain semakin menghormatinya, terhindar dari  penyakit, kemiskinan dan sebagainya. Bertambah banyak amal kebaikan yang dilakukannya bertambah besarlah harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya....Padahal belum tentu demikian.

Sebagian kaum muslimin yang lain mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat. Mereka memandang amal salih sebagai tiket untuk memasuki syurga, juga dapat menjauhkan adzab api neraka....dan inipun belum sempurna.

Ruhaniah orang yang bersandar kepada amal sangat lemah, terutama mereka yang mencari keuntungan keduniaan dengan amal mereka. Mereka tidak tahan menempuh ujian. Mereka mengharapkan perjalanan hidup mereka senantiasa selesai dan segala-segalanya berjalan menurut apa yang direncanakan. Apabila sesuatu itu berlaku di luar jangkauan, mereka cepat panik dan gelisah. Bala bencana membuat mereka merasakan hal yang susah maka mereka merasa sebagai manusia yang paling malang di atas muka bumi ini. Bila berhasil memperoleh sesuatu kebaikan, mereka merasa keberhasilan itu disebabkan kepandaian dan kebolehan mereka sendiri. Mereka mudah menjadi egois serta suka menyombongkan diri.

Apabila ruhani seseorang bertambah teguh dia melihat amal itu sebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Tuhan. Hatinya tidak lagi cenderung kepada faedah duniawi dan ukhrawi tetapi dia berharap untuk mendapatkan kurnia Allah SWT seperti terbukanya hijab-hijab yang menutupi hatinya. Orang ini merasakan amalnya yang membawanya kepada Tuhan. Pencapaiannya dalam bidang keruhanian dengan amal yang banyak dilakukannya seperti berdzikir, shalat sunah, berpuasa dan lain-lain. Bila dia tertinggal melakukan sesuatu amal yang biasa dilakukannya atau bila dia tergelincir melakukan kesalahan maka dia merasa jauh dari Tuhan. Inilah orang yang berada pada peringkat permulaan dalam mendekatkan dirinya dengan Tuhan melalui amalan tarekat tasawuf.

Jadi, ada golongan yang bersandar kepada amal semata-mata dan ada pula golongan yang bersandar kepada Tuhan melalui amal. Kedua-dua golongan tersebut berpegang kepada keberkahan amal dalam mendapatkan sesuatu. Golongan pertama kuat berpegang kepada amal dhahir, yaitu perbuatan dhahir yang dinamakan usaha atau ikhtiar. Jika mereka salah memilih ikhtiar, hilanglah harapan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka hajatkan.

Ahli tarekat yang masih diperingkat permulaan bersandar kepada amalan batin separti shalat dan berdzikir. Jika mereka tertinggal melakukan sesuatu amalan yang biasa mereka lakukan, akan berkurang harapan mereka untuk mendapatkan anugerah dari Allah SWT. Sekiranya mereka tergelincir melakukan dosa, akan putuslah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah Allah SWT.

Dalam hal bersandar kepada amal adalah termasuk juga bersandar kepada ilmu, baik ilmu dhahir atau ilmu batin. Ilmu dhahir adalah ilmu yang terkait dengan sesuatu perkara menurut kekuatan akal. Ilmu batin pula adalah ilmu yang menggunakan kekuatan gaib bagi menyampaikan hajat. Ia termasuklah penggunaan ayat-ayat al-Quran dan jampi. Kebanyakan orang meletakkan keberkahan kepada ayat, jampi dan usaha, hingga mereka lupa kepada Allah SWT yang meletakkan keberkahan kepada setiap sesuatu.

Selanjutnya jika Tuhan mengizinkan maka keruhanian seseorang meningkat kepada maqam yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat : Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah....Laa haula walaa quwwata illaa billaahi.

Segala-galanya adalah kurniaan Allah SWT dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah SWT tentukan, tidak terlihat olehnya keberkahan perbuatan makhluk termasuk perbuatan dirinya sendiri. Maqam ini dinamakan makam arifin yaitu orang yang mengenal Allah SWT. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal namun merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadah.

Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, ridha dengan segala yang ditentukan Allah SWT akan senantiasa tenang, tidak berdukacita bila kehilangan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab....semuanya adalah kehendak Allah dan Allah senantiasa memberikan rahmat dan karunia Nya.

Di awal perjalanan menuju Allah SWT maka seseorang kuat beramal menurut tuntutan syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang boleh membawanya kepada Allah SWT. Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk sukses dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada kurniaan Allah SWT. Dia melihat semua amalannya adalah kurnia Allah SWT kepadanya dan keberadaannya dengan Allah SWT juga kurniaan-Nya. Seterusnya terbuka hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Tuhan adalah Maha Kaya, Kuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala hal. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Kodrat dan Iradat Allah SWT yang meliputi segala sesuatu dalam alam ini. Jadilah dia seorang arif yang senantiasa memandang kepada Allah SWT, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berharap kepada-Nya. Dia hanyalah hamba Allah SWT yang faqir.
BERSANDAR DIRI HANYA KEPADA ALLAH

Dalam meraih keridhaan Allah.......seorang muslim diwajibkan untuk beramal.......akan tetapi dalam waktu yang bersamaan diwajibkan juga untuk TIDAK menyandarkan diri kepada amalnya itu semata.....Karena betapapun seorang muslim itu telah melaksanakan berbagai macam banyak amalan......ia tetap tidak akan pernah mampu menunaikan apa yang menjadi HAK ALLAH secara utuh......Juga tidak mungkinmampu melakukan seluruh kewajibannya secara sempurna sebagai bentuk rasa syukur kepada Nya......

Dalam satu riwayat bahwa Nabi SAW bersabda.......Berlakulah kalian setepat dan secermat mungkin.....Sebab ketahuilah.....bahwa amal salah seorang dari kalian tidak akan memasukkannya ke dalam syurga.....

Para sahabat bertanya.....Lalu bagaimana dengan engkau wahai Rasulullaah ?......

Beliau menjawab......Aku juga.....hanya saja Allah meliputiku dengan ampunan dan rahmat Nya ( kasih sayang Nya ).....( Diriwayatkan Ash Shahihul Jami' Kutubus Sittah ).

......Ini termasuk Tuhanku untukurnia 
k mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia. QS 27 : 40

FROM : KELUARGA SAKINAH

No comments:

Post a Comment